Laman

Senin, 10 Mei 2010

KETIKA "OTAK" TIDAK BISA MENULIS ( Beberapa Sumber )

adiwae.blogspot.com

Dengan berat hati saya mengatakan bahwa otak saya tidak bisa menulis. Mengapa hal seaneh tersebut bisa terjadi ? Tentunya akan menimbulkan banyak argumentasi dan diskusi yang ujung - ujungnya kembali ke dasar pemikiran tiap orang yang berbeda - beda.

Banyak pakar kesehatan mengatakan ketika otak tidak bisa menulis maka salah satu alasan mereka pasti merujuk ke dasar pemikiran mereka yang selalu analitis dan berdasarkan fakta - fakta medis. Mereka akan mengatakan anda mengalami penggumpalan atau pemunduran fungsi otak. Mengerikan bukan ? Karena hanya tidak bisa menulis maka cap yang diperoleh adalah cap pesakitan.

Sedang para ahli psikologi atau kejiwaan mungkin memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Beberapa diantara mereka mengatakan dengan nada sedikit pilosopis. Ketika otak anda sudah tidak bisa menulis maka anda sedang mengalami gangguan mental atau secara psikologis anda sedang memiliki beban mental yang berat. Seperti masalah finansial, keluarga atau semacamnya.

Ketika bertemu dengan ahli ekonom, beliau memiliki pandangan yang berbeda. Otak anda sudah tidak bisa menulis ketika anda sudah menderita gejala *DMO ( Decrease Money Oriented ), atau berkurangnya orientasi akan uang dalam diri anda. Tentunya hal ini juga berdasarkan latar belakang si ekonom yang banyak berkutat dibidang finansial dan keuangan.

Ternyata dalam perjalanan pulang sebelum saya menulis tulisan ini, seorang Kyai yang saya temui mengatakan hal yang lain lagi. Beliau mengatakan penyebab otak tidak bisa menulis adalah ketika jarak kita dengan Yang Maha Kuasa sudah jauh, sehingga diri kita akan jauh dari hidayah -Nya. Maka dari itu kita harus selalu mengingat - Nya dan jangan sekali - kali melupakan - Nya.

Karena banyaknya orang yang saya temui saya merasa tambah bingung, apa yang sebenarnya menyebabkan otak tidak bisa menulis. Dan pertanyaan itu selalu terngiang - ngiang dikepala bahkan sampai mengganggu tidur saya karena rasa penasaran.

Suatu pagi ketika saya duduk dipinggir jalan tepatnya dipojok sebuah perempatan lalu lintas. Saya bertemu dengan seorang penjual koran. Umurnya tidak terlalu tua, bahkan mungkin lebih muda dari saya. Dan dari keadaan fisik dan penampilannya orang pasti menerka bahwa dia tidak berpendidikan tinggi. ” Boro - boro sma atau perguruan tinggi sd lulus aja masih mending. “

“mas gek ngopoe mas ko koyo wong meh bunuh diri ae ? mikir negoro po pie ? ” tanya si penjual koran. ” oh ndak dek lagi penasaran ae , penyebab otak ndak bisa menulis itu apa ya ? adek tau ? “. Sebuah pertanyaan yang mungkin terlalu tinggi untuk ditanyakan kepada seorang penjual koran.

“Oalah mas, njenengan itu stress ya ? yah yang namanya otak ndak bisa menulis, yang nulis itu tangan ..! pie jal nek otak bisa nulis rak ngeri to mas ? hahahahah… ” kata si penjual sambil berlalu tertawa - tawa sendiri.

Setelah mendengar jawaban penjual koran itu, mendadak otak saya mengalami hang seperti komputer pentium 2 yang dipakai maen game on line macam Empire Earth , Point Blank atau Dot A yang tinggi spesifikasinya. Ngga bisa gerak,yang berarti harus direstart. Kalau perlu dijual terus beli komputer baru.

Seharusnya semakin tinggi pendidikan seseorang akan membuat dirinya berfikir lebih simpel atau sederhana. Tapi kadang kita terjebak sendiri oleh awan kelogisan dan realitas. Sehingga kita sering berpikiran terlalu jauh mengenai masalah yang sederhana.

Mungkin itu yang menjadi masalah kenapa korupsi masih menjamur dan merambah sampai ketingkat pemerintahan. ” Aduh gua butuh uang, gaji ga cukup ni buat beli mobil, buat beli real estate. ” Secara logis mereka akan berfikir bagaimana menghasilkan uang dalam waktu singkat dan tentunya “sangat” menghasilkan. Maka Korupsi menjadi salah satu senjata ampuh.

Padahal jika mereka berfikir sederhana,” waduh ndak bisa beli mobil atau rumah mewah karena gaji ga cukup, ya ndak usah beli aja ! “. Tapi namanya manusia pasti selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang belum dimilikinya meski kadang dia harus mengorbankan hati nurani dan jiwanya.

1 komentar: